SLIPKNOT . BRUTAL DI PANGGUNG, NAMUN MENJUNJUNG TINGGI KEDISIPLINAN
Di sebuah kota kecil bernama Des Moines, Iowa — tempat yang jauh dari gemerlap industri musik — sekelompok anak muda dengan mimpi besar dan kemarahan yang membara mulai merangkai sesuatu yang berbeda. Mereka bukan dari kota besar, tidak punya koneksi ke label rekaman besar, dan mereka tahu satu hal: jika ingin didengar, mereka harus mengguncang dunia dengan cara mereka sendiri.
Shawn Crahan, seorang pria bertubuh besar dan bertopeng badut (yang kelak dikenal sebagai "Clown"), ingin membentuk band yang tidak biasa — sesuatu yang brutal, teatrikal, dan menggugah secara emosional. Bersama Paul Gray (bassis yang penuh semangat) dan Joey Jordison (drummer jenius dari toko musik lokal), mereka mulai bermusik di ruang bawah tanah dan garasi.
Mereka mengumpulkan anggota lain, termasuk Anders Colsefni sebagai vokalis awal, dan mulai membuat lagu-lagu yang menggabungkan berbagai elemen: metal, elektronik, industrial, bahkan jazz. Band ini awalnya sempat berganti-ganti nama dan personel, tapi akhirnya menetapkan nama: Slipknot, diambil dari kata yang berarti “simpul tali gantung” — simbol dari sisi gelap kehidupan.
Slipknot merilis album demo secara independen. Mereka membuat sendiri, membagikannya di komunitas lokal. Musik mereka keras, aneh, dan mentah — tapi penuh energi. Mereka juga mulai tampil dengan topeng dan jumpsuit, untuk menyembunyikan identitas dan memaksa penonton fokus pada musik dan energi, bukan wajah mereka.
🔥 Titik Balik: Masuknya Corey Taylor (1997)
Tak lama, mereka merasa vokal Anders tidak cukup kuat untuk visi besar mereka. Lalu datanglah Corey Taylor, vokalis dari band lokal bernama Stone Sour, dengan suara yang bisa melolong, berteriak, dan bernyanyi lembut dalam satu tarikan napas. Ini adalah puzzle terakhir yang membuat Slipknot menjadi monster sesungguhnya.
Mereka mulai menarik perhatian. Dengan 9 orang di atas panggung, dua perkusionis yang memukul tong sampah, DJ dan sampler, serta aksi panggung penuh kekacauan dan darah palsu — Slipknot adalah mimpi buruk bagi orang tua dan gereja konservatif, tapi mimpi basah bagi anak-anak marah yang merasa tidak punya tempat di dunia.
Dilirik Label Besar (1998–1999)
Penampilan liar mereka menarik perhatian Roadrunner Records, label yang punya reputasi mendukung band metal ekstrim. Dengan bantuan produser Ross Robinson, mereka merekam album debut "Slipknot" (1999) — album yang menyulut revolusi dalam dunia metal.
Lagu seperti "Wait and Bleed" dan "Spit It Out" meledak. MTV mulai melirik mereka. Meskipun terlihat seperti monster, Slipknot berhasil masuk ke arus utama.
Slipknot tumbuh menjadi fenomena global. Mereka bukan hanya band — mereka adalah pernyataan. Tentang kemarahan. Tentang luka batin. Tentang tidak diterima. Dan mereka membawa semua itu ke atas panggung dengan energi yang hampir seperti ritual.
Tragedi dan Kehilangan
Kesuksesan tak membuat mereka kebal dari tragedi.
2010: Paul Gray meninggal dunia karena overdosis — kehilangan besar yang membuat mereka nyaris bubar.
2013: Joey Jordison keluar dari band, dan pada 2021 ia meninggal dunia. Slipknot kehilangan dua pendiri aslinya.
Beberapa anggota lain juga keluar karena konflik dan perbedaan visi.
Namun seperti ular yang berganti kulit, Slipknot terus berevolusi.
Slipknot tetap aktif, dengan formasi baru dan semangat yang tak padam. Mereka tampil di festival besar, masih memakai topeng, dan terus menyalurkan amarah, kesakitan, dan kekacauan melalui musik mereka.
“Kami memakai topeng bukan untuk menyembunyikan diri — tapi untuk menunjukkan siapa kami sebenarnya.”
Slipknot bukan cuma band — mereka adalah wadah untuk yang tersisih, suara bagi yang tak didengar.
Komentar
Posting Komentar