Musik dan Spiritualitas, Serta Hal Magis, Kenapa Bisa Berkaitan ?


 
Lotto02-Selama berabad-abad musik telah menjadi medium untuk mengenal alam dan Tuhan – yang oleh filsuf Plato disebut sebagai “mimesis”. Sepanjang sejarah peradaban-peradaban besar di dunia, musik memiliki peranan penting sebagai bagian dari ritual masyarakat. Khazanah warisan Bangsa Assyiria disebutkan bahwa musik yang ditampilkan dalam berbagai upacara adalah perlambang kemuliaan upacara itu. 

Alunan nada musik juga merupakan perlambang kebahagiaan, jika dimainkan pada hari-hari besar yang diperingati. Semua sesembahan dipuji dan disucikan dengan lagu-lagu, semua sesembahan dimuliakan dengan alunan nada-nada indah. Semua senandung merdu yang dipanjatkan di altar-altar persembahan seakan sama dengan sembahyang di kuil-kuil, seakan sama dengan dupa-dupa yang dibakar, yang melambangkan kekuatan Tuhan.


PREDIKSI PASARAN TOGEL SYDNEY 02 MARET 2025

Bangsa Yunani dan Romawi mengganggap musik sebagai Dewa Agung yang mereka sembah. Mereka mendirikan kuil-kuil, altar-altar yang indah, sebagai tempat persembahan berbagai pengorbanan yang terindah. Mereka mengatakan bahwa suara senar dawai Dewa Apollo memantul pada suara alam. Suara yang melambangkan duka cita itu terpantul dari kicau-kicau burung, gemericik air, desah angin dan desiran lembut dahan-dahan pepohonan. Bagi mereka, suara dawai Apollo adalah gema suara alam.

Dalam dongeng Bangsa Yunani, diceritakan seorang ahli musik bernama Orpheus. Saat Orpheus memetik senar dawainya, seluruh alam terpesona. Saat Orpheus kehilangan kekasihnya, maka ia pun meratap dengan memetik dawai hingga lagu sedihnya memenuhi hutan. Alam ikut menangisi kesedihannya. Bahkan para dewa merasa kasihan kepadanya sehingga membukakan pintu keabadian untuknya agar dapat bertemu sang kekasih di alam ruh. Kemudian para penghuni hutan yang merasa terganggu dengan suara musik itu, membunuh Orpheus. Mereka melemparkan kepalanya serta alat musiknya ke laut. Kepala dan alat musik itu terapung di atas gelombang hingga akhirnya sampai ke sebuah pulau. Orang Yunani menyebutnya Pulau Nyanyian. Masih menurut dongeng itu, gelombang yang mengawal kepala Orpheus dan alat musiknya ikut meratapi dan merintih hingga suaranya memenuhi cakrawala, terdengar sampai ke telinga para pelaut.


Peradaban Islam pun mengenal musik sebagai sarana untuk mengenal tuhan. Musik Persia adalah salah satu bentuk seni Islam yang sangat kental dengan pola dan praktik tasawuf. Sebagai dimensi spiritualitas Islam tasawuf mengadopsi musik Persia dan bentuk musik lainnya untuk menjadi sarana mencapai tujuan-tujuan spiritual, yaitu pengaksesan menuju Tuhan.


PREDIKSI PASARAN TOGEL SYDNEY 02 MARET 2025

Spiritualitas pada umumnya merupakan kata yang memiliki asosiasi dengan hal yang berkaitan dengan religi, mistis, paranormal, dan acapkali dikaitkan dengan sesuatu yang tidak kasat mata, tidak terukur, atau ghaib. Pengertian spiritualitas adalah suatu hal yang kompleks seperti yang diungkapkan Mohammed Arkoun: “the concept of spirituality is loaded with complex and different meanings; it is used loosely in context as different as religion, architecture, music, painting, literature, philosophy and alchemy, as well as in spiritualism, astrology, esoteric knowledge, et ce tera”.


Dari pengertian Arkoun di atas, bahwa spiritualitas memiliki tafsiran dan interpretasi yang sangat luas dan sangat kompleks. Arkoun melihat bahwa ada hubungan antara spiritualitas dengan hampir semua hal yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk musik. Hubungan erat antara musik dan spiritualitas telah berlangsung berabad-abad dan dipraktikkan oleh orang-orang pada peradaban besar di masa lalu.

Jacques Attali membagi periodisasi musik dalam bukunya Noise: The Political Economy of Music (2009) ke dalam empat bagian yaitu (1) Ritual/Sacrificing, (2) Representasi/Representing, (3) Penggandaan/Repeating, dan (4) Pencampurbauran/ Composing.

Pada awal peradaban, musik merupakan bagian dari suatu upacara dan ritual khusus (sacrificing), sebelum kemudian masuk zaman modern yang memunculkan musik-musik seperti Mozart dan Beethoven yang “mereduksi” musik sebagai bagian dari modernitas kaum borjuis pada masa itu (representing). Kemudian setelah revolusi industri dan merebaknya kapitalisme maka musik tak ubahnya menjadi perpanjangan tangan ideologi kapitalisme dan mulai kehilangan “aura” dan “otentisitasnya” melalui kehadiran berbagai teknologi rekaman seperti CD, kaset, atau piringan hitam (repeating dan composing). Kini musik sebagai bagian dari industri budaya tak bisa lepas dari keseharian kita. Musik (seni) pada masa kapitalisme inilah yang dikritik oleh kritikus budaya seperti Walter Benjamin dan Theodor Adorno.


Hubungan musik – atau musikus- terhadap spiritualitas memang tidak hanya berhenti pada masa lalu saja ketika peradaban besar mengganggap musik sebagai medium ritual/sacrificing. Kebangkitan spiritualitas dalam musik juga mulai bangkit di era kapitalisme sekarang ini. Pertengahan 1960-an misalnya kita menemukan bagaimana musikus-musikus pop dunia (dan penggemarnya) menggilai dunia spiritualitas timur (kita misalnya bisa menemukan dalam musik-musik The Beatles). Kaum yang disebut sebagai “hippies” ini menganuti Zen (Buddhisme) dan Hindusme. Mereka menggilai dan mencari spiritualitas itu lewat obat bius dan musik-musik yang mencampurkan unsur spiritualitas timur sebagai bentuk pemberontakan mereka terhadap kemapanan dan spiritualitas ala Barat.


Beberapa tahun terakhir juga muncul kebangkitan-kebangkitan musik yang berkaitan dengan spiritualitas. Di Amerika sendiri kita mengenal istilah Taqwacore, sebuah semangat pemberontakan yang mengawinkan musik punk hardcore dengan nilai-nilai Islam. Atau, di Indonesia sendiri juga mulai muncul respons-respons serupa ketika mulai munculnya Komunitas Metal Satu Jari yang menjadikan musik metal sebagai medium dakwah.

Di era kapitalisme industri hiburan seperti sekarang, musik telah menjadi roda kapitalisme yang sudah sangat besar. Kita bisa melihat bagaimana geliat industri musik dalam menarik hasrat konsumerisme masyarakat, termasuk juga musik-musik Islam. Kita bisa melihat bagaimana ketika menginjak bulan Ramadhan, band-band pop tiba-tiba merilis single atau album bernuansa rohani. Tujuannya jelas, bukan dalam rangka menyebarkan nilai-nilai Islam akan tetapi meraup keuntungan. Musikus-musikus tersebut juga boleh jadi ikut terlelap dalam kapitalisme. Menemukan spiritualitas dalam musik sekarang ini memang bukanlah hal yang mudah – jika bukan disebut mustahil.


Hubungan musik dan spiritualitas, bagi saya memiliki dimensi yang sangat luas. Karena, menurut saya, apapun musiknya, memiliki dimensi “spiritualitasnya”. Boleh jadi dewasa ini musik hanya sebatas “spiritualitas sekuler” – musik hanya perkara bersenang-senang, berleha-leha, banal, dan tempat mencari materi. Musik sebagai suatu karya seni yang ada di tengah-tengah kita saat ini memang bukan hadir untuk mengingatkan kita kepada-Nya. Konteks hiburan dan populer lebih banyak mengisi dunia musik itu sendiri. Namun, tak lantas musik sebagai media komunikasi patut dipersalahkan. Menemukan “spiritualitas” dalam musik dewasa ini adalah persoalan pelik karena kita tertipu gemerlapnya hingar bingar kapitalisme. Kadang saya menemukan “spiritualitas” itu dalam tubuh-tubuh yang berbeda. Mereka yang masih percaya dan menghargai musik sebagai upaya untuk mengubah dan mengenali lingkungan dan kemanusiannya. Bisa dari mereka pengamen-pengamen yang menjadikan musik sebagai modal dia mencari nafkah, dari teman-teman musikus yang dengan integritasnya terus berkarya untuk melakukan kritik, atau dari musikus-musikus yang masih percaya musik sebagai sarana perubahan sosial untuk lingkungannya.

PREDIKSI PASARAN TOGEL SYDNEY 02 MARET 2025

Musik Etnik dalam Cerita Mistis, Mengenalkan atau Mematikan?



Sepanjang perjalanan menuju lokasi Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Penari, terdengar suara gamelan yang dimainkan. Alunan gending tersebut rupanya didengar oleh sebagian anggota dalam tim tersebut.

Musik tradisional itu rupanya menjadi pertanda buruk, bahwa kelompok tersebut sedang diintai oleh makhluk dari alam lain. Begitulah sepenggal pembuka kisah KKN Desa Penari.

Cerita tersebut lantas mengemuka di jagat media sosial dan menjadi bahan pembicaraan warganet. Mereka ramai mendiskusikannya dengan menelisik kota-kota yang kental dengan tradisi tari dan musiknya. Menelusuri setiap kemungkinan yang ada.


Namun, ada yang disayangkan dengan merebaknya kisah yang berlatar tahun 2009 itu. Cerita yang mencekam dan diduga berlokasi di Jawa Timur ini, membuat keindahan seni tradisional kehilangan pamornya. Seni yang seharusnya bisa dinikmati tanpa rasa takut, justru dijauhi oleh masyarakat.

Semua hanya gara-gara pengaruh kisah misteri yang merebak di mana-mana. Terjadi pergeseran makna yang mengancam eksistensi seni tradisional. Orang jadi enggan memainkan seni tradisional karena tidak ingin dicap klenik.

Akibatnya, seni tradisional dikhawatirkan bisa tergerus dan lenyap tanpa diketahui jejaknya. Ini semua karena tidak ada lagi generasi penerus yang bersedia mempelajari seni tradisional.

Musnahnya seni tradisional juga ada peran dari kita sebagai penikmatnya. Kita mulai kehilangan ketertarikan karena sudah telanjur diselimuti ketakutan untuk menyesap indahnya seni tradisional. Terbayang-bayang imajinasi kuat setelah mencerna cerita KKN Desa Penari itu.


Sebenarnya, tak sekali ini terjadi penyalahgunaan seni tradisional yang dampaknya fatal. Sekarang saya tanya, apa yang terlintas di pikiran kalian jika mendengar kata Lingsir Wengi. Pasti soal Kuntilanak, hantu perempuan berambut panjang, malam yang gelap gulita, aroma kemenyan yang menyertai dan sederet hal berbau horor.

Semua ini gara-gara lagu Lingsir Wengi digunakan sebagai latar film Kuntilanak pada tahun 2006-an. Orang lantas beranggapan bahwa ketika mendendangkan kidung tersebut, adalah salah satu cara untuk mengundang makhluk halus. Film yang disutradarai Rizal Mantovani dan mendapuk Jullie Estelle sebagai pemeran utamanya, sukses menggiring opini masyarakat. Membuat khalayak percaya bahwa lagu Lingsir Wingi begitu mengerikan.

Persepsi negatif yang merugikan citra lagu tradisional yang sebetulnya sarat makna.
Padahal, lagu Lingsir Wingi diciptakan oleh Sunan Kalijaga, seorang tokoh besar penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Jika ditelaah lebih jauh, lagu Lingsir Wengi justru menyampaikan pesan untuk mengusir gangguan makhluk halus.


Kidung ini sering dikumandangkan Raden Said, panggilan kecil sang Sunan, selepas salat malam. Ada pengharapan yang dilangitkan agar dikabulkan sang Pencipta. Sehingga, terlalu lama salah kaprah tertanam tentang kidung yang berfungsi untuk tolak bala. Syair lagu ini justru sangat menyentuh dan tidak semenyeramkan seperti yang selama ini kita kira. Tersirat untaian doa, jadi bukan sarana untuk memanggil makhluk tak kasat mata, ya.

Miris rasanya mengetahui fakta tersebut. Ketika kita begitu gegabah menyimpulkan bahwa semua yang berbau seni tradisional adalah hal-hal yang menakutkan. Maka agar kejadian tersebut tidak terulang lagi, sebaiknya kita tidak asal mencatut sebuah karya tanpa mengetahui arti dan filosofisnya.

Berikan penjalasan detail kepada khalayak bahwa tujuan pemakaian seni tradisional tersebut semacata untuk hiburan. Lalu, kita sebagai konsumen konten, harus mengecek ulang untuk memastikan bahwa seni tradisional tersebut memang bukan perantara dengan alam lain. Tepis semua ketakutan.

Ingat bahwa seni tradisional harus tetap kita lestarikan. Jadi tidak usah takut untuk terus menjadi penikmat atau pelaku aktif yang menggerakan seni tersebut. Apalagi selama ini, usaha untuk melestarikan seni budaya kerap menemui pelbagai kendala dan jalannya terseok.

Sebut saja, bagaimana seni dan budaya kita harus tetap bertahan di tengah gempuran budaya asing yang masuk? Bagaimana seni dan budaya kita kerap diklaim oleh bangsa lain? Bagaimana orang-orang mulai melupakan seni dan budaya karena merasa warisan leluhur ini bukanlah bagian dari ajaran agama yang mereka anut?


Sudah terlalu menumpuk tantangan yang harus diselesaikan penggiat seni dan budaya. Saatnya tugas kita untuk mengangkat kembali seni dan budaya yang meluntur karena mitos yang melingkupinya. Caranya, mungkin bisa dimulai dari hal sederhana seperti memberitahu rekan sekitar bahwa seni budaya itu adalah warisan bangsa ini yang harus terus dijaga eksistensinya.

Selain itu, kita bisa mengabarkan ke khalayak umum melalui penuturan langsung atau dibagikan lewat media sosial bahwa seni dan budaya tidak mengandung hal-hal mistis yang selama ini dimitoskan.

Untuk pelaku seni modern, sebaiknya juga harus mulai menyusun panduan agar tidak salah memasukkan seni dan budaya. Niatnya mungkin untuk mempromosikan, tapi terkadang bisa berbalik sebagai bumerang yang menyerang diri.

PREDIKSI PASARAN TOGEL SYDNEY 02 MARET 2025

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kurt Cobain dan Kejayaan Singkat Nirvana

Chester Bennington dan 'Neraka' Depresi sejak Kecil

Salah Satu Musisi Hebat Indonesia Itu Bernama Pay (Parlin Burman Siburian)